PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Rabu, 27 Juni 2007

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 58 TAHUN 2005

TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Umum

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dikuti dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selain kedua Undang-undang tersebut diatas, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih dahulu. Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pada dasarnya buah pikiran yang melatarbelakangi terbitnya peraturan perundang-undangan di atas adalah keinginan untuk mengelola keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut tentunya ingin dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya satu peraturan pelaksanaan yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari berbagai undang-undang tersebut diatas yang bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerapannya. Peraturan dimaksud memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan Daerah.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan diatas maka pokok-pokok muatan peraturan pemerintah ini mencakup :

1. Perencanaan dan Penganggaran

Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masayarakat. Oleh karenanya dalam proses dan mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam peraturan pemerintah ini akan memperjelas siapa bertanggung jawab apa sebagai landasan pertanggungjawaban baik antara eksekutif dan DPRD, maupun di-internal eksekutif itu sendiri.

Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya.

APBD merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka dalam peraturan ini diatur landasan administratif dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis pengganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat azas. Selain itu dalam rangka disiplin anggaran maka penyusunan anggaran baik “pendapatan” maupun “belanja” juga harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya apakah itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah. Oleh karena itu dalam proses penyusunan APBD pemerintah daerah harus mengikuti prosedur administratif yang ditetapkan.

Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah.

Pendapatan daerah (langsung) pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran “horisontal” dan kewajaran “vertikal”. Prinsip dari kewajaran horisontal menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan sama, sedangkan prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/restribusi untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan.

Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.

Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

Aspek penting lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah keterkaitan antara kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan penganggaran (budget) oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu (1) dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumberdaya yang dimiliki masyarakat; (2) fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian; (3) anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara.

Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan ini disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dari dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui. APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tinginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan wajib.

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah

Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.

Perubahan APBD dimungkinkan jika terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, terdapat keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, serta terjadi keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Selain itu dalam keadaan darurat pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur Peraturan Pemerintah ini adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar para pejabat pelaksana anggaran, sistem pengawasan pengeluaran dan sistem pembayaran, manajemen kas dan perencanaan keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan Barang Milik Daerah, larangan penyitaan Uang dan Barang Milik Daerah dan/atau yang dikuasai negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan.

Sehubungan dengan hal itu, dalam Peraturan Pemerintah ini diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai instansi pengguna anggaran dan pelaksana program. Sementara itu Peraturan Pemerintah ini juga menetapkan posisi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Bendahara Umum Daerah. Dengan demikian, fungsi perbendaharaan akan dipusatkan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.

Namun demikian untuk menyelesaikan proses pembayaran yang bernilai kecil dengan cepat, harus dibentuk kas kecil unit pengguna anggaran. Pemegang kas kecil harus bertanggung jawab mengelola dana yang jumlahnya lebih dibatasi yang dalam Peraturan Pemerintah ini dikenal sebagai bendahara.

Berkaitan dengan sistem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas satuan kerja perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verifikasi (pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan pembayaran) berada dalam satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah. Perubahan ini juga diharapkan dapat menyederhanakan seluruh proses pembayaran. Dengan memisahkan pemegang kewenangan dari pemegang kewenangan komptabel, check and balance mungkin dapat terbangun melalui (a) ketaatan terhadap ketentuan hukum, (b) pengamanan dini melalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan yang berlaku, (c) sesuai dengan spesifikasi teknis, dan (d) menghindari pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan keyakinan bahwa uang daerah dikelola dengan benar.

Selanjutnya, sejalan dengan pemindahan kewenangan penerbitan SPM kepada satuan kerja perangkat daerah, jadwal penerimaan dan pengeluaran kas secara periodik harus diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang disampaikan unit penerima dan unit pengguna kas. Untuk itu, unit yang menangani perbendaharaan di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan antisipasi secara lebih baik terhadap kemungkinan kekurangan kas. Dan sebaliknya melakukan rencana untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari pemanfaatan kesempatan melakukan investasi dari kas yang belum digunakan dalam periode jangka pendek.

3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1) Laporan Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.

Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.

Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.

Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah.

Oleh karena itu dengan spirit sinkronisasi dan sinergitas terhadap berbagai undang-undang tersebut diatas, maka pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan kepada hal yang bersifat prinsip, norma, asas, landasan umum dalam penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Sementara itu sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah secara rinci ditetapkan oleh masing-masing daerah. Kebhinekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah ini. Dengan upaya tersebut, diharapkan daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan pemutakhiran sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus menerus dengan tujuan memaksimalkan efisiensi tersebut berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat. Dalam kerangka otonomi, Pemerintah Daerah dapat mengadopsi sistem yang disarankan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya, dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang ditetapkan.

B. Pasal Demi Pasal

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya.

Kepatutan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan koordinator adalah terkait dengan peran dan fungsi sekretaris daerah membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Tim anggaran pemerintah daerah mempunyai tugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Utang piutang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah sebagai akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan DPA-SKPD.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Penunjukan PPTK sebagaimana dimaksud dalam ayat ini melalui usulan atasan langsung yang bersangkutan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dokumen anggaran adalah baik yang mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;

Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Penilaian penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD berdasarkan nilai perolehan atau nilai wajar.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penganggaran bruto adalah bahwa jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “ekuitas dana lancar” adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah seperti dana bagi hasil pajak dari provinsi ke kabupaten/kota dan dana otonomi khusus.

Pasal 25

Ayat (1)

Dalam menerima hibah, daerah tidak boleh melakukan ikatan yang secara politis dapat mempengaruhi kebijakan daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”urusan wajib” dalam ayat ini adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Yang dimaksud dengan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah yang bersangkutan, antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, perhutanan, dan pariwisata.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan organisasi pemerintahan daerah seperti DPRD, kepala daerah dan wakil kepala daerah, sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, kecamatan, lembaga teknis daerah, dan kelurahan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Klasifikasi menurut fungsi yang dimaksud dalam ayat ini adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Ayat (6)

Urusan pemerintahan yang dimaksud dalam ayat ini adalah urusan yang bersifat wajib dan urusan bersifat pilihan yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota.

Ayat (7)

Huruf a

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai pemerintah daerah baik yang bertugas di dalam maupun di luar daerah sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh: gaji dan tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial, dan lain-lain sejenis.

Huruf b

Belanja barang dan jasa adalah digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang dan jasa. Contoh: pembelian barang dan jasa keperluan kantor, jasa pemeliharaan, ongkos perjalanan dinas.

Huruf c

Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian / pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan hewan.

Huruf d

Pembayaran bunga utang, pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.

Contoh : bunga utang kepada Pemerintah Pusat, bunga utang kepada Pemda lain, dan lembaga keuangan lainnya.

Huruf e

Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

Huruf f

Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.

Huruf g

Pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dalam bantuan sosial termasuk antara lain bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf h

Belanja bagi hasil merupakan bagi hasil atas pendapatan daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Contoh: bagi hasil pajak provinsi untuk kabupaten/kota, bagi hasil pajak kabupaten/ kota ke kabupaten/kota lainnya, bagi hasil pajak kabupaten/kota untuk pemerintahan desa, bagi hasil retribusi ke pemerintahan desa, dan bagi hasil lainnya.

Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Contoh: bantuan keuangan provinsi kepada kabupaten/ kota/desa, bantuan keuangan kabupaten/kota untuk pemerintahan desa.

Huruf i

Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya termasuk pengembalian atas pendapatan daerah tahun-tahun sebelumnya.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang Fihak Ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan daerah.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.

Huruf d

Termasuk dalam penerimaan pinjaman daerah yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Penyertaan modal pemerintah daerah termasuk investasi nirlaba pemerintah daerah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 29

RPJMD memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan mengacu dalam ayat ini adalah untuk tercapainya sinkronisasi, keselarasan, koordinasi, integrasi, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Untuk memenuhi kewajiban daerah dalam memberi perlindungan, menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat diwujudkan dalam bentuk rencana kerja dan capaian prestasi sebagai tolok ukur kinerja daerah dengan menggunakan analisis standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pedoman antara lain memuat:

a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;

b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berikutnya;

c. teknis penyusunan APBD;

d. hal-hal khusus lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Untuk kesinambungan penyusunan RKA SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 37

Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan capaian kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.

Yang dimaksud dengan indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah.

Yang dimaksud dengan analisis standar belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan analisis standar belanja dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan.

Yang dimaksud dengan standar satuan harga adalah harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah.

Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Yang dimaksud dengan penjelasan dalam pasal ini adalah pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah tentang APBD berikut dokumen pendukungnya.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Ayat (1)

Angka APBD tahun anggaran sebelumnya dalam ketentuan ini adalah jumlah APBD yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun sebelumnya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan belanja yang bersifat mengikat adalah belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.

Yang dimaksud dengan belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain: pendidikan dan kesehatan; dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dengan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD Provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan peraturan daerah lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam hasil evaluasi dinyatakan dengan jelas terhadap hal-hal di dalam APBD yang menyangkut ketidakserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, antara kepentingan publik dan aparatur serta yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dengan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan peraturan daerah lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Hasil evaluasi harus menunjukkan dengan jelas hal-hal di dalam APBD yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan serta alasan-alasan teknis terkait.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan rekening kas umum daerah dalam ayat ini adalah tempat penyimpanan uang dan surat berharga yang ditetapkan oleh kepala daerah.

Ketentuan ini dikecualikan terhadap penerimaan yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan, seperti penerimaan BLUD.

Ayat (2)

Bagi daerah yang kondisi geografisnya sulit dijangkau dengan komunikasi dan transportasi dapat melebihi batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan ini yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Bagi pemerintah daerah yang sudah menerapkan on-line banking system dalam sistem dan prosedur penerimaannya, maka penerimaan pendapatan semacam ini perlu pengaturan khusus yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 58

Ayat (1)

Peraturan daerah dimaksud tidak boleh melanggar kepentingan umum dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Ketentuan ini dikecualikan terhadap penerimaan BLUD yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Pengembalian dapat dilakukan apabila didukung dengan bukti-bukti yang sah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan belanja yang bersifat mengikat dan belanja wajib dalam ayat ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 46 ayat (2).

Pasal 62

Yang dimaksud dengan berdasarkan DPA-SKPD dalam pasal ini, seperti untuk kegiatan yang sudah jelas alokasinya, misalnya pinjaman daerah, dan DAK. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD seperti keputusan tentang pengangkatan pegawai.

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahtreraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja dan kelangkaan profesi.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan perintah pembayaran adalah perintah membayarkan atas bukti-bukti pengeluaran yang sah dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud bukti penerimaan seperti dokumen lelang, akte jual beli, nota kredit dan dokumen sejenis lainnya.

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembukuan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dalam nilai rupiah menggunakan kurs resmi Bank Indonesia.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Yang dimaksud pihak lain seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, BUMD.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan prognosis adalah prakiraan dan penjelasannya yang akan direalisir dalam 6 (enam) bulan berikutnya berdasarkan realisasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 81

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya adalah sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 82

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Persentase 50% (lima puluh persen) adalah merupakan selisih (gap) kenaikan antara pendapatan dan belanja dalam APBD.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan kelengkapan persyaratan seperti:

a. dokumen kontrak yang asli;

b. kuitansi yang diisi dengan nilai pembayaran yang diminta;

c. berita acara kemajuan / penyelesaian pekerjaan yang asli.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Ayat (1)

Sistem akuntansi pemerintah daerah merupakan serangkaian prosedur mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah daerah.

Standar akuntansi pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 97

Kebijakan akuntansi antara lain mengenai:

a. pengakuan pendapatan;

b. pengakuan belanja;

c. prinsip-prinsip penyusunan laporan;

d. investasi;

e. pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;

f. kontrak-kontrak konstruksi;

g. kebijakan kapitalisasi belanja;

h. kemitraan dengan pihak ketiga;

i. biaya penelitian dan pengembangan;

j. persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;

k. dana cadangan;

l. penjabaran mata uang asing.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan aset dalam ayat ini adalah sumberdaya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, barang yang dapat diukur dalam satuan uang, yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah yang memberi manfaat ekonomi/ sosial di masa depan.

Yang dimaksud dengan ekuitas dana dalam ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang pemerintah daerah.

Yang dimaksud dengan perhitungannya yaitu antara realisasi dan anggaran yang ditetapkan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ikhtisar realisasi kinerja disusun dari ringkasan laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Defisit terjadi apabila jumlah pendapatan tidak cukup untuk menutup jumlah belanja dalam suatu tahun anggaran.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan piutang daerah jenis tertentu misalnya piutang pajak daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Investasi dilakukan sepanjang memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan daerah dan/atau peningkatan kesejahteraan dan/atau pelayanan masyarakat serta tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah.

Pasal 117

Ayat (1)

Karakteristik investasi jangka pendek adalah:

a. dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;

b. ditujukan dalam rangka manajemen kas; dan

c. berisiko rendah.

Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan/atau yang dapat diperpanjang secara otomatis seperti pembelian SUN jangka pendek dan SBI.

Ayat (2)

Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri; surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

Pasal 118

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dapat digolongkan sebagai investasi permanen antara lain kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/ pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Ayat (3)

Yang dapat digolongkan sebagai investasi non permanen antara lain pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/ pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu seperti pendapatan RSUD, dana darurat.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 123

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Salah satu contoh portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah adalah deposito pada bank pemerintah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 124

Ayat (1)

Yang dimaksud ketentuan dalam ayat ini adalah jumlah utang/pinjaman yang ditetapkan dalam APBD.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 125

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Kedaluwarsa sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 126

Huruf a

Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah dapat berasal dari pemerintah dan penerusan pinjaman/utang luar negeri.

Huruf b

Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah daerah lain berupa pinjaman antar daerah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga keuangan bukan bank antara lain dapat berasal dari lembaga asuransi pemerintah, dana pensiun.

Huruf e

Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat dapat berasal dari orang pribadi dan/atau badan yang melakukan investasi di pasar modal.

Pasal 127

Ayat (1)

Penerbitan obligasi bertujuan untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi kepada seluruh daerah dalam ketentuan ini yakni dalam pelaksanaannya termasuk pengelolaan keuangan desa.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Yang dimaksud dengan pengawasan dalam ayat ini bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD dengan kebijakan umum APBD.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Huruf a

Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa untuk layanan umum seperti rumah sakit daerah, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan lisensi dan dokumen, penyelenggaraan jasa penyiaran publik, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian.

Huruf b

Dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat antara lain instansi yang melaksanakan pengelolaan dana seperti dana bergulir usaha kecil menengah, tabungan perumahan.

Pasal 146

Cukup jelas.

Pasal 147

Pembinaan keuangan BLUD sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi pendidikan dan pelatihan dibidang pengelolaan keuangan BLUD.

Pembinaan teknis meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi pendidikan dan pelatihan dibidang penyelenggaraan program dan kegiatan BLUD.

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153

Cukup jelas.

Pasal 154

Yang dimaksud dengan dokumen perencanaan daerah lainnya seperti Renstrada.

Pasal 155

Cukup jelas.

Pasal 156

Cukup jelas.

Pasal 157

Cukup jelas .

Pasal 158

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4578

Tidak ada komentar: