KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA
NOMOR 115 TAHUN 1998
TENTANG
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 97 TAHUN 1993
TENTANG TATA CARA PENANAMAN MODAL
PRESIDEN REPUBLIK
Menimbang : bahwa dalam lebih rangka meningkatkan perizinan pelayanan penanaman modal. dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 tentang Tata cara Penanaman Modal.
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara No. 3699);
3. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 No.50, Tambahan Lembaran Negara No. 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 90, Tambahan Lembaran Negara No. 3717);
4. Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No. 113 Tahun 1998;
5. Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1991 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan susunan Organisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1998;
6. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah, dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha Patungan dalam rangka Penanaman Modal Asing;
7. Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman modal;
8. Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan industri.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PRESIDEN NOMOR 97 TAHUN 1993 TENTANG TATACARA PENANAMAN MODAL
Pasal 1
Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Presiden No 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal, sebagai berikut :
1. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 1 dan Pasal 2 yang dijadikan Pasal 1A, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1A
(1) Kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), ayat (3), ayat (5) huruf a, ayat (8) dan ayat (9) untuk permohonan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri yang memenuhi kriteria tertentu, dapat dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
(2) Untuk melaksanakan lebih lanjut pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menugaskan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.
(3) Tata cara penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri yang memenuhi kriteria tertentu, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
2. Mengubah ketentuan Pasal 2, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
(1) Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang No. 1 Tahun 1967 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 11 Tahun 1970 mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal Asing yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Badan Koordinasi Penanaman Modal alau Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
(2) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka dan ketentuan-ketentuaan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada Menteri Negara Inventasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan mempergunakan Tata Cara Permohoan yang ditetapkan oleh Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Berdasarkan penilaian terhadap permohonan penanaman modal yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan nilai investasi :
a. lebih besar dari
b. sampai dengan
(4) Persetujuan/ Penolakan Presiden mengenai suatu permohonan penanaman modal disampaikan kepada Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(5) Apabila permohonan mendapatkan persetujuan Presiden, Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan pemberitahuan tentang keputusan presiden tersebut dalarn ayat (4) kepada calon penanam modal yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip.
(6) Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menyampaikan rekaman
(7) Apabila penanam modal telah memperoleh
a. Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan :
1) Angka Pengenal Importir Terbatas;
2) keputusan Pemberian fasilitas/ Keringanan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya;
3) Persetujuan atas Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA) yang diperlukan sebagai dasar bagi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah untuk menerbitkan izin kerja bagi Tenaga Kerja Asing Pendatang yang diperlukan;
4) izin Usaha Tetap atas nama Menteri yang membidangi usaha tersebut sesuai pelimpahan wewenang.
b. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan izin lokasi sesuai Rencana Tata Ruang.
c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan hak atas tanah dan menerbitkan sertifikat tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat II atau satuan Kerja Teknis atas nama Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan, atau Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (P2K) untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atas nama Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, mengeluarkan izin Mendirikan Bangunan (IMB).
e. Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II atas nama Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dan Kepala Kantor Ketertiban untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atas nama Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibokota
(8) Kewajiban untuk memiliki izin UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan industri yang jenis industri yang wajib memiliki ANDAL atau yang berlokasi di dalam Kawasan Industri/ Kawasan Berikat.
(9) setelah memperoleh surat Persetujuan Penanaman Modal dari Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, penanam modal dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daftar Induk barang-barang modal serta bahan baku dan bahan penolong yang akan diimpor.
(10) Berdasarkan penilaian terhadap Daftar Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan Ketetapan mengenai fasilitas keringanan bea masuk dan pungutan impor lainnya.
(11) Permohonan untuk perubahan atas rencana penanam modal yang telah memperoleh persetujuan presiden, termasuk perubahan untuk perluasan propyek disampaikan oleh penanaman modal kepada Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mendapatkan persetujuan dengan mempergunakan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
3. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 2 dan Pasal 3 yang dijadikan Pasal 2A. yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2A�
(1) Pemberian perizinan sebagimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e serta Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dilaksanakan melalui pelayanan satu atap sesuai kewenangan masing-masing di bawah Koordinasi Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta di bawah Koordinasi Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Petunjuk pelaksanaan Koordinasi pelayanan satu atap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri Setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal"
Pasal II
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Juli 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESlA
ttd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar