PERGOLAKAN JIWA

Minggu, 27 Januari 2008

PERGOLAKAN JIWA

Malam ini sebagaimana yang telah menjadi kebiasaanku hampir setiap malam selama belasan tahun ini duduk-duduk dengan rekan-rekan di warung kopi sambil ngobrol ngalur ngidul dari satu topik bahasan, dari masalah sosial, politik, sejarah, ilmu dan berbagai hal. Terkadang kami juga membahas tentang cinta, prilaku seksual dan prilaku menyimpang lainnya sekalipun. Penetapan satu topik ke topik bahasan lain, tidak disusun secara rapi sebagaimana diskusi atau seminar ilmiah. Maklum, ngobrol ngalur ngidul.

Tapi malam ini, aku dan rekan-rekan membahas dan memotivasi seorang rekan untuk menuju tangga kesuksesan terutama menyangkut sejengkal perut. Meskipun ku akui dalam hal ini, aku tak lebih baik dari teman-teman ku yang lain. Singkat cerita, dalam topik bahasan awal ini dapat ditarik kesimpulan, untuk mencapai kesuksesan harus dilakukan dengan cara-cara sensasional, meskipun menurutku cara-cara yang dibahas tersebut cenderung kurang bermoral. Tapi itulah realita yang sedang berkembang saat ini. Orang cenderung memilih cara-cara yang singkat, cepat dan menghalalkan segala cara menuju kesuksesan karier dan kesuksesan finansial. Realita saat ini, bila orang ingin cepat kaya harus menjadi aktivis LSM, dunia pers, pejabat, dan lainnya yang berprilaku cenderung korup.

Kemudian kami beralih ke prilaku suku-suku atau bangsa-bangsa yang ada di dunia. Tentang penderitaan-penderitaan mereka, respons mereka atas kezaliman, penjajahan atau penganiayaan dan lain sebagainya serta kecenderungan prilaku mereka setelah mereka mampu melewati berbagai peristiwa atas hambatan, penderitaan atau penjajahan tersebut. Secara matematis ku katakan bahwa, siapapun dia, dari daerah atau dari bangsa manapun dia berasal, setiap orang setelah melewati penderitaan tersebut hanya memiliki 2 kecenderungan prilaku, yaitu belajar mengikuti prilaku serupa dari orang atau sekelompok orang yang menimbulkan penderitaan atas mereka atau belajar untuk tidak mengikuti prilaku para penyebab penderitaan mereka. Tapi biasanya, orang-orang, mungkin juga termasuk diri kita sendiri cenderung bertindak sama dengan prilaku penyebab penderitaan tersebut. Atau dengan kata lain, orang yang telah lama terjajah, cenderung akan belajar menjajah.

Kecenderungan prilaku menyimpang ini, mungkin karena ada godaan dari iblis terkutuk, atau mungkin juga iblis dalam diri kita sendiri. Kita cenderung membenci sifat kebinatangan, namun seringkali kita terjebak dengan prilaku binatang yang ada dalam diri kita sendiri. Naluri kebinatangan senantiasa bersembunyi di dalam diri kita yang sewaktu-waktu tak terkendali.

Diakhir pembahasan ku duduk sendiri dan suatu perasaan seolah-olah berontak agar aku juga harus sukses secara financial sebagaimana rekan-rekanku yang lain, di saat yang bersamaan aku juga merasa takut dan malu menempuh cara-cara kurang bermoral tersebut menuju kebebasan (kesuksesan) financial.

Saat ini, aku tak tahu siapa yang akan menang dalam pertarungan ini, karena mungkin hidupku masih panjang. Namun aku masih berharap mudah-mudahan aku bisa tetap memelihara sifat kemanusiaan dalam diriku dan menempuh cara-cara yang bermoral dan beradab. Amin.

Tidak ada komentar: