Keppres No. 97 Thn 1993 Ttg. Tatacara Penanaman Modal

Sabtu, 28 Juli 2007

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 97 TAHUN 1993

TENTANG

TATA CARA PENANAMAN MODAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk lebih memperlancar pelaksanaan penanaman modal, dipandang perlu untuk mengadakan perubahan terhadap Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1992 Tentang Tata Cara Penanaman Modal;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Gangguan (UUG)/HO Staatsblas Tahun 1923 Nomor 226 yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan Staatsblas tahun 1940 Nomor 450;

3. Undang-undang Nomor 5 Tahu 196 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Nomor 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823;

6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2381);

7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);

8. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran negara Nomor 3037);

9. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

10. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

11. Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Berikat (Bonded Zone) (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3334) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 (Lembaran Negara tahun 1990 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3407);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3337);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);

15. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1980 tentang Badan Koordinasi penanaman Modal Daerah;

16. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1982 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1982;

17. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional.

18. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri;

19. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1989 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal;

20. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1992 tentang Pemanfaatan Tanah, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan untuk Usaha Patungan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

MEMUTUSKAN :

Dengan mencabut keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penanaman Modal,

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENANAMAN MODAL

BAB I

TATA CARA PENANAMAN MODAL

Bagian Pertama

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Pasal 1

(1) Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang Nomor 6 tahun 1968 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha yang tertutup Bagi Penanaman Modal dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPMD) atau Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

(2) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan calon penanam modal mengajukan permohonan penanaman modal kepada MENIVES/ Ketua BKPM dengan mempergunakan Tata Cara Permohonan yang ditetapkan oleh MENINVES/ Ketua BKPM.

(3) Apabila permohonan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta persyaratan Penanaman Modal Dalam Negeri yang berlaku, MENINVES/ Ketua BKPM mengeluarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip.

(4) Untuk memperlancar proses penanaman modal MENINVES/ Ketua BKPM menyampaikan rekaman Surat Persetujuan Penanaman Modal kepada instansi Pemerintah yang terkait.

(5) Apabila Penanam Modal telah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dan setelah dipenuhi persyaratan yang ditetapkan maka :

a. MENINVES/ Ketua BKPM mengeluarkan :

1). Angka Pengenal Importir Terbatas.

2). Keputusan Pemberian Fasilitas/Keringanan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya;

3). Persetujuan atas Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang (RPTKA) yang diperlukan sebagai dasar bagi Ketua BKPMD untuk menerbitkan izin kerja bagi Tenaga Kerja Asing Pendatang yang diperlukan;

4). Izin Usaha Tetap atas nama Menteri yang membidangi usaha tersebut sesuai pelimpahan wewenang;

b. Kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan Izin Lokasi sesuai Rencana Tata Ruang;

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pengelolaan sesuai ketentuan yang berlaku;

d. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II atau Satuan Kerja Teknis atas nama Bupati/ Walikotanya yang bersangkutan, atau Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (P2K) bagi DKI Jakarta atas nama Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

e. Sekretaris Wilayah/ Daerah Tingkat II atas nama Bupati/ Walikotamadya yang bersangkutan atau kepala Biro Ketertiban atas nama Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Izin UUG/HO.

(6). Kewajiban untuk memiliki izin UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan Industri yang jenis industrinya wajib memiliki ANDAL atau yang berlokasi di dalam Kawasan Industri/ Kawasan Berikat.

(7). Setelah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari MENINVES/ Ketua BKPM, Penanam Modal dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada BKPM Daftar Induk barang-barang modal serta bahan baku dan bahan penolong yang akan diimpor.

(8). Berdasarkan penilaian terhadap Daftar Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), MENINVES/ Ketua BKPM mengeluarkan Ketetapan mengenai fasilitas/ keringanan bea masuk dan pungutan impor lainnya.

(9). Permohonan untuk perubahan atas rencana penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan MENINVES/ Ketua BKPM, termasuk perubahan untuk perluasan proyek, disampaikan oleh penanam modal kepada MENINVES/ Ketua BKPM untuk mendapatkan persetujuannya dengan menggunakan tata cara yang ditetapkan oleh MENINVES/ Ketua BKPM.

Bagian Kedua

Penanaman Modal Asing (PMA)

Pasal 2

(1). Calon penanam modal akan mengadakan usaha dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal Asing yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi BKPM atau BKPMD.

(2). Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan calon penanam modal mengajukan permohonan penanam modal kepada MENINVES/ Ketua BKPM dengan mempergunakan Tata Cara Permohonan yang ditetapkan oleh MENINVES/ Ketua BKPM.

(3). Berdasarkan penilaian terhadap permohonan modal MENINVES/ Ketua BKPM menyampaikan permohonan tersebut kepada Presiden dengan disertai pertimbangan guna memperoleh Keputusan.

(4). Persetujuan/ Penolakan Presiden mengenai suatu permohonan penanam modal disampaikan kepada MENINVES/ Ketua BKPM.

(5). Apabila permohonan mendapatkan persetujuan Presiden MENINVES/ Ketua BKPM menyampaikan pemberitahuan tentang Keputusan Presiden tersebut dalam ayat (4) kepada calon penanam modal, yang berlaku juga sebagai Persetujuan Prinsip.

(6). Untuk memperlancar proses penanam modal, MENINVES/ Ketua BKPM menyampaikan rekaman Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden Kepada Instansi Pemerintah terkait.

(7). Apabila Penanam Modal telah memperoleh Keputusan Presiden berupa persetujuan Penanam Modal dan setelah dipenuhi persyaratan yang ditetapkan maka :

a. MENINVES/ Ketua BKPM, mengeluarkan :

1). Angka Pengenal Importir Terbatas;

2). Keputusan Pemberian Fasilitas/ Keringanan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya;

3). Persetujuan atas Rencana Tenaga Asing Pendatang (RPTKA) yang diperlukan sebagai dasar bagi Ketua BKPMD untuk menerbitkan izin kerja bagi Tenaga Kerja Asing Pendatang yang diperlukan;

4). Izin Usaha Tetap atas nama Menteri yang membidangi usaha tersebut sesuai pelimpahan wewenang.

b. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan Izin Lokasi sesuai Rencana Tata Ruang.

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya mengeluarkan Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II atau Satuan Kerja Teknis atas nama Bupati/ Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota (P2K) bagi DKI Jakarta atas nama Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

e. Sekretaris Wilayah/ Daerah Tingkat II atas nama Bupati/ Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Biro Ketertiban untuk DKI Jakarta atas nama Gubernur KDKI Jakarta mengeluarkan Izin UUG/HO.

(8). Kewajiban untuk memiliki Izin UUG/HO tidak berlaku bagi Perusahaan Industri yang jenis industrinya wajib memiliki ANDAL atau yang berlokasi didalam Kawasan Industri/ Kawasan Berikat.

(9). Setelah memperoleh Surat Persetujuan Penanam Modal dari MENINVES/ Ketua BKPM, Penanam Modal dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kepada BKPM Daftar Induk barang-barang modal serta bahan baku dan bahan penolong yang akan diimpor.

(10) berdasarkan penilaian terhadap Daftar Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) MENINVES/ Ketua BKPM mengeluarkan Ketetapan mengenai fasilitas/ Keringanan bea masuk dan pungutan impor lainnya.

(11) Permohonan untuk perubahan atas rencana penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan Presiden, termasuk perubahan untuk perluasan proyek disampaikan oleh penanam modal kepada MENINVES/ Ketua BKPM untuk mendapatkan persetujuannya dengan mempergunakan tatacara yang ditetapkan oleh MENINVES/ Ketua BKPM.

Bagian Ketiga

Penanaman Modal Bidang Pertambangan

Di Luar Minyak dan Gas Bumi,

Dan di Bidang Kehutanan

Pasal 3

(1) Permohonan penanaman modal dalam negeri di bidang peertambangan di luar minyak dan gas bumi disampaikan kepada MENINVES/ Ketua BKPM :

a. Atas dasar Kontrak Karya antara calon penanam modal dengan Pemerintah cq. Departemen Pertambangan dan Energi bagi pengusaha bahan galian golongan strategis;

b. Atas dasar Kuasa Pertambangan bagi pengusaha bahan galian golongan vital;

c. Atas dasar Izin Pertambangan Daerah bagi pengusahaan bahan galian golongan tidak strategis dan tidak vital.

(2). Permohonan penanaman modal asing di bidang pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku disampaikan kepada MENINVES/ Ketua BKPM atas dasar Kontrak Karya antara calon penanam modal dengan Pemerintah cq. Departemen Pertambangan Dan Energi.

(3). Permohonan penanaman modal di bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), termasuk permohonan perubahan penanam modal yang telah memperoleh persetujuan Pemerintah, diatur dan diselesaikan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Presiden ini.

Pasal 4

(1). Permohonan penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing di bidang kehutanan disampaikan kepada MENINVES/ Ketua BKPM atas dasar Hak Pengusahaan Hutan atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan.

(2). Permohonan penanaman modal di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk permohonan perubahan penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan pemerintah, diatur dan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan Presiden ini.

Bagian Keempat

Kewajiban Penanam Modal

Pasal 5

(1). Setiap Penanam Modal sebagaimana dimaksud Pasal 1 dan Pasal 2 Keputusan ini wajib melaksanakan penanam modalnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disetujui.

(2). Setiap perubahan pelaksanaan terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari MENINVES/ Ketua BKPM.

(3). Untuk memperoleh pelaksanaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penanam modal harus mengajukan permohonan kepada MENINVES/ Ketua BKPM seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan Pasal ayat (2).

(4). Semua Penanam Modal diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala mengenai pelaksana penanaman modalnya kepada BKPM, baik dalam tahap pembangunan proyek maupun dalam tahap kegiatan berusaha khususnya dalam rangka pemanfaatan fasilitas dengan bentuk dan tata cara laporan yang ditetapkan oleh MENINVES/ Ketua BKPM.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengendalian

Pelaksanaan

Pasal 6

(1) Pembinaan dan Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dalam rangka PMA/PMDN dilakukan oleh BKPM bersama dengan departemen teknis terkait dan BKPMD.

(2) Pengendalian pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup pengawasan berkala maupun swaktu-waktu terhadap perkembangan pelaksanaan penanaman modal dalam rangka PMA/ PMDN dan pemenuhan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah.

(3) BKPM berkewajiban untuk secara aktif menghimpun masalah-masalah yang dihadapi oleh para penanam modal dalam rangka PMA/ PMDN dan membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

(4) Hasil pembinaan dan pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal disampaikan oleh MENINVES/ Ketua BKPM kepada Presiden.

BAB II

KETENTUAN SANKSI

Pasal 7

Dalam hal pelaksanaan penanaman modal tidak sesuai dengan persetujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan Pemerintah dan/atau penanam modal tidak memenuhi kewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka kepada penanam modal dikenakan sanksi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dicabutnya Izin usaha dan/atau fasilitas/ keringanan fiskal yang telah diberikan.

BAB III

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 8

(1). Permohonan Izin Lokasi yang sedang berlangsung sebelum berlakunya Keputusan Presiden ini tetap diberikan oleh Gubernur.

(2). Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sudah harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja sejak berlakunya Keputusan Presiden ini.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan ditetapkan oleh Menteri yang terkait baik secara bersama maupun sendiri-sendiri setelah berkonsultasi dengan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan seerta Menteri Koordinator Bidang Industri dan perdagangan.

Pasal 10

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 23 Oktober 1993

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Tidak ada komentar: